![]() |
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi |
BOGOR - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menunjukkan sikap tegas dalam menanggapi kasus dugaan pemotongan dana kompensasi yang dialami oleh para sopir angkot di Kabupaten Bogor. Meskipun dana yang dipotong telah dikembalikan kepada para sopir, Gubernur menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk premanisme yang tidak dapat ditoleransi.
"Alhamdulillah kabarnya uangnya sudah dikembalikan. Tapi tetap, itu tindakan premanisme, meski dilakukan oleh pegawai berseragam atau kelompok organisasi," tegas Dedi seperti dilansir RRI.co.id Senin (7/4/2025).
Kasus ini bermula ketika sejumlah sopir angkot melaporkan adanya pemotongan dana kompensasi yang mereka terima. Dana yang seharusnya sebesar Rp1 juta per sopir, dipotong hingga Rp200 ribu dengan dalih "sumbangan sukarela" oleh oknum tertentu.
Pria yang akrab disapa KDM tersebut menekankan bahwa proses hukum terhadap para pelaku akan tetap dilanjutkan meskipun uang yang dipotong telah dikembalikan. Ia telah menginstruksikan Dinas Perhubungan dan Organisasi Angkutan Darat (Organda) Jawa Barat untuk melakukan penyelidikan menyeluruh guna menuntaskan kasus ini.
"Untuk yang memotong dengan alasan bantuan sukarela, Anda tidak bisa tenang sebab saya akan proses hukum. Saya tidak suka uang kecil dipotong lagi. Saya tidak suka hal yang bersifat premanisme," ujar Gubernur dengan nada tegas.
Sebagai bentuk kepedulian dan respons cepat, Dedi Mulyadi mengambil inisiatif untuk mengganti secara langsung jumlah dana yang telah dipotong dari para sopir. Menurutnya, nominal Rp200 ribu bukanlah jumlah yang kecil bagi keluarga sopir angkot. Dengan perhitungan kebutuhan makan sekitar Rp50 ribu per hari, dana tersebut dapat menopang kebutuhan hidup selama empat hari.
Program kompensasi yang menjadi pokok permasalahan ini merupakan kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat selama masa arus mudik dan balik Lebaran 2025. Kebijakan ini diberlakukan dengan menghentikan sementara operasional angkutan umum tradisional seperti angkot, becak, dan delman untuk memperlancar arus lalu lintas pada masa tersebut.
Data dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa program kompensasi ini menyasar 1.322 sopir angkot di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor, 463 pengayuh becak di Garut, Cirebon, dan Subang, serta 782 kusir delman di Garut, Tasikmalaya, dan Bandung Barat.
Efektivitas kebijakan penghentian sementara operasional angkutan umum tradisional ini terbukti dari data yang dirilis Dinas Perhubungan Jawa Barat. Kecepatan kendaraan di sejumlah ruas jalan strategis mengalami peningkatan signifikan selama periode mudik dan balik Lebaran.
Di jalur Limbangan-Malangbong, misalnya, kecepatan rata-rata kendaraan meningkat dari 10-20 km/jam pada tahun 2024 menjadi 20-30 km/jam pada tahun 2025. Demikian pula di jalur Garut-Tasikmalaya yang mengalami peningkatan kecepatan menjadi 30-40 km/jam.
Ketegasan Gubernur Dedi Mulyadi dalam menangani kasus pemotongan dana kompensasi ini mendapat apresiasi dari berbagai kalangan. Pengamat transportasi menilai bahwa sikap tegas semacam ini diperlukan untuk mencegah terjadinya praktik-praktik serupa di masa mendatang dan untuk melindungi kepentingan masyarakat kecil, khususnya para pekerja di sektor transportasi tradisional.
Sementara itu, perwakilan komunitas sopir angkot di Kabupaten Bogor menyampaikan rasa terima kasih atas perhatian dan tindakan cepat yang diambil oleh Gubernur Jawa Barat. Mereka berharap kasus serupa tidak akan terulang dan pemerintah dapat terus memperhatikan kesejahteraan para pekerja di sektor transportasi umum.