![]() |
Gedung Sate, bangunan yang menjadi kantor pemerintahan Provinsi Jawa Barat. |
BANDUNG - Minimnya kontribusi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) terhadap pendapatan daerah Jawa Barat menjadi sorotan serius Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat. Dari total 13 BUMD yang ada, hanya tiga yang mampu memberikan kontribusi dividen, dengan Bank BJB tercatat sebagai kontributor terbesar.
Kondisi ini dinilai sangat memprihatinkan mengingat besarnya penyertaan modal yang telah dikucurkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat ke BUMD-BUMD tersebut. Tercatat sepanjang tahun 2024, penyertaan modal mencapai angka Rp7,95 triliun yang didistribusikan ke 13 BUMD.
Mohammad Romli, Anggota Komisi III DPRD Jabar yang membidangi sektor keuangan, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kinerja BUMD dalam diskusi refleksi akhir tahun dan proyeksi tahun 2025 yang digelar di Gedung DPRD Jabar, Bandung.
"Sejauh ini BUMD masih jalan di tempat," ungkap Romli dalam pertemuan tersebut.
Menurut pandangan DPRD Jabar, salah satu solusi yang bisa dipertimbangkan untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan melakukan penggabungan atau merger terhadap BUMD-BUMD yang kinerjanya kurang optimal. Langkah ini diyakini dapat menghadirkan efisiensi anggaran sekaligus meningkatkan produktivitas.
"Kalau perlu dimerger saja. Dari pada keluar dana operasional yang tidak sedikit. Karena itu ini nantikan ada Gubernur Baru. Kalau yang tidak mampu baiknya dimerger saja," tegas Romli.
Secara konsep, BUMD seharusnya menjadi motor penggerak perekonomian daerah dan memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat Jawa Barat. Namun faktanya, sebagian besar BUMD justru menjadi beban keuangan bagi pemerintah provinsi karena terus membutuhkan suntikan dana operasional tanpa memberikan imbal hasil yang sepadan.
DPRD Jabar mendorong pemerintah provinsi untuk melakukan kajian mendalam terhadap BUMD-BUMD yang kurang produktif. Salah satu rekomendasi yang diajukan adalah pengelompokan BUMD berdasarkan sektor usaha seperti pertanian (agro), pariwisata, dan sektor lainnya. Pembentukan holding company juga dianggap sebagai langkah strategis untuk meningkatkan pendapatan dan efisiensi operasional.
Romli juga menyoroti kasus Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati sebagai contoh BUMD yang memerlukan pendekatan berbeda dalam pengelolaannya. "Atau kerja sama dengan pihak lain, contohnya keberadaan BIJB Kertajati saharusnya dikerjasamakan saja dengan Angkasapura supaya tidak menjadi beban pembiayaan secara terus menerus. Serta pemerintah daerah provinsi harus ada klasterisasi BUMD agar perannya tidak bertabrakan," jelasnya.
Optimalisasi peran BUMD, terutama dalam hal kontribusi dividen, masih menjadi tantangan besar bagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Dengan akan hadirnya kepemimpinan baru di Jawa Barat, DPRD berharap dapat dilakukan terobosan-terobosan baru dalam pengelolaan BUMD, termasuk melalui opsi merger maupun kerja sama strategis dengan pihak-pihak yang lebih berpengalaman.
Langkah-langkah perbaikan ini dinilai mendesak mengingat besarnya dana publik yang telah diinvestasikan dalam bentuk penyertaan modal ke BUMD-BUMD tersebut. Efisiensi dan produktivitas menjadi kunci utama dalam upaya mengoptimalkan peran BUMD sebagai penggerak perekonomian daerah sekaligus sumber pendapatan bagi kas daerah Provinsi Jawa Barat.